Dra. Koniherawati, S.Sn., M.A., dosen Program Studi (Prodi) Desain Produk (Despro) Fakultas Arsitektur dan Desain Universitas Kristen Duta Wacana (FAD UKDW) Yogyakarta  berhasil menyelesaikan studi lanjutnya di program Doktoral (S3) jurusan Kajian Budaya di Pascasarjana Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta.

Koniherawati, atau akrab dipanggil Koni, berhasil memperoleh predikat sangat memuaskan dalam Ujian Terbuka yang diadakan pada tanggal 8 Maret 2023 dengan Albertus Bagus Laksana, S.J. (Ketua Sidang Terbuka yang juga sebagai Rektor USD), Prof. Praptomo Baryadi Isodarus (Promotor), Dr. St. Sunardi (Kopromotor), Dr. Ouda Teda Ena (Penguji I), Dr. Tri Subagya (Penguji II), Prof. Supratiknya (Penguji IV), Dr. Swastiwi (Penguji V) dan Dr. Gregorius Budi Subanar, S.J (Penguji VI juga merupakan Kaprodi Program Doktoral Kajian Budaya USD) sebagai tim penguji dan pembimbing. Disertasi yang berjudul “Estetika Keseharian Masyarakat Pedusunan Pembuat Gerabah di Sambirata, Purbalingga” telah berhasil membawa Koni sebagai lulusan pertama program S3 di USD, yang baru membuka program doktoral tersebut (jurusan Kajian Budaya) yang berlokasi di Jl. Gejayan (Mrican) Yogyakarta. Selain menjadi lulusan pertama program S3, Koni juga mendapat penghargaan Rektor USD sebagai Lulusan Terbaik program Doktoral USD. 

Adapun kebaruan dari penelitian disertasinya adalah mengenalkan Estetika Baru (New Aesthetics) atau disebut juga Estetika Kontemporer atau Estetika Timur dalam mengamati kehidupan keseharian masyarakat pembuat gerabah tradisional di Sambirata, yang hampir belum dikenal di Kabupaten Purbalingga sendiri. Kajian pada ritme hidup sebagai pengalaman hidup para perajin gerabah yang hidupnya sangat dekat dengan alam dan lingkungan sekitarnya menjadi menarik dan bermakna. Walaupun hasil gerabah yang sering dianggap barang ndeso karena dikerjakan dengan teknik tradisional, tidak menarik secara penampilan karena terbuat dari tanah merah tanpa warna-warni glasir, bahkan dihargai sangat murah di pasar, tetapi dalam disertasinya, Koni justru mengangkat bagaimana benda itu dihadirkan oleh tangan-tangan terampil kaum perempuan paruh baya yang tangguh dan mewarisi keterampilan itu sejak kecil (usia 10 tahun) dari biyunge (ibunya). 

Keterampilan bergerabah yang diturunkan secara turun-temurun oleh nenek moyang, khususnya kepada anak perempuannya dan dilatih terus-menerus hingga akhirnya sudah “menubuh” (menjadi satu dalam hidup) para perajin gerabah justru dapat menciptakan hasil kreativitas berupa gerabah yang berfungsi sebagai peralatan dapur di setiap rumah di pedesaan. Gerabah tradisional yang berharga murah di pasar justru migunani atau bernilai guna besar bagi kehidupan keluarga, khususnya bagi kehidupan seluruh lapisan masyarakat di Sambirata. Keterlibatan kerja bersama yang lebih dari sekedar gotong-royong ini menjadi nilai keindahan. Estetika Hidup Keseharian masyarakat pedusunan pembuat gerabah dalam setiap proses dari ndudug (menggali tanah liat), nggejrot (mencampur semua bahan: tanah liat, pasir dan air), ngobar (membakar gerabah) hingga nyumpit (mengangkat gerabah dari api) sampai pemasarannya muncul sebagai sesuatu yang bermakna. Kegiatan membuat gerabah yang dilakukan oleh kaum perempuan yang sering dianggap pekerjaan sampingan di sela mengurus rumah tangga, kenyataannya menjadi penopang ekonomi keluarga bahkan masyarakat. Estetika Sosial menjadi estetika keseharian masyarakat pedusunan pembuat gerabah di Sambirata yang terletak di Kabupaten Purbalingga.

Berlangganan Newsletter Kami

Bergabunglah dengan milis kami untuk menerima kabar terbaru dan update dari tim kami.

You have Successfully Subscribed!

Pin It on Pinterest

Share This