International Field School Thematic Service – Learning atau disingkat dengan IFSTS-L merupakan program gabungan antara Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta dengan Australia National University (ANU). Sejumlah 32 mahasiswa dari UKDW mengikuti program ini sebagai program KKN Tematik yang diadakan oleh kampus, dan sebanyak 22 mahasiswa dari ANU mengikuti program ini sebagai program Field School. Terdapat sepuluh kelompok yang terdiri dari mahasiswa UKDW dan ANU yang dibagi untuk mengimplementasikan program di tiga desa, yaitu Desa Anajiaka, Desa Matawaikajawi, dan Desa Praimadeta. Di desa Anajiaka terdapat tiga kampung yang digunakan untuk tempat tinggal yaitu Kampung Lubu Madinu, Wailolung, dan Dewa Kaworung. Di Desa Matawaikajawi terdapat empat kampung yaitu Kampung Uma Kaka, Dewa Waitedi, Dewa Uma Dangu, dan Praipanibi. Sedangkan di Desa Praimadeta terdapat tiga kampung yaitu Kampung Timotu, Praiuwi, dan Kabata Kapultu. Selama satu minggu pertama, peserta IFSTS-L tinggal bersama masyarakat dan mencoba menggali permasalahan serta potensi yang dimiliki oleh masyarakat. 

Bambu merupakan salah satu tanaman yang populasinya banyak ditemui di sekitar masyarakat, terutama di Desa Anajiaka. Masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai petani, memiliki keahlian dalam memanfaatkan bambu untuk diolah menjadi kerajinan tangan. Kerajinan tangan yang umumnya dibuat oleh masyarakat Desa Anajiaka ini adalah gedhek. Gedhek merupakan anyaman bambu yang biasanya digunakan sebagai dinding maupun pelapis atap. Selama ini kerajinan gedhek ini hanya dipasarkan di sekitar Sumba Tengah saja.

Tingginya jumlah populasi bambu dan masih terbatasnya upaya promosi yang dilakukan oleh masyarakat membuat mahasiswa KKN Tematik Sumba, terutama yang berada di Desa Anajiaka berupaya untuk membuat masyarakat sadar bahwa hal ini merupakan potensi besar yang perlu dikembangkan. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menunjukkan kepada masyarakat jenis kerajinan tangan lain yang dapat dibuat dari bambu. Kegiatan ini mendapatkan respons positif dari masyarakat. Salah satu pengrajin bambu yang bernama Bapak Deni segera mencoba untuk membuat kerajinan tangan lain berupa gelas bambu.

Selain kegiatan tersebut, dalam rangka meningkatkan minat dan kesadaran masyarakat diadakan juga workshop kerajinan bambu. Pada workshop tersebut masyarakat diberikan arahan untuk membuat dua jenis kerajinan bambu yaitu gelas dan kap lampu. Masyarakat juga diajak untuk melihat keuntungan dari sisi finansial. Dengan bertambahnya kemampuan masyarakat untuk membuat produk bambu lainnya, nantinya masyarakat akan mendapatkan hasil atau keuntungan penjualan yang lebih besar dibandingkan apabila mereka hanya membuat gedhek.

Tidak hanya mengadakan sebuah workshop, mahasiswa/i yang bertempat di kampung Dewa Kaworung mencoba untuk membantu keberlangsungan kerajinan bambu ini dengan membentuk organisasi kerajinan bambu. Organisasi ini dibentuk melalui proses diskusi masyarakat di kampung Dewa Kaworung dengan mahasiswa KKN. Sebagai hasil kesepakatan bersama, akhirnya organisasi kerajinan bambu yang bernama “Mula Mila” resmi dibentuk di Dewa Kaworung. Asal nama “Mula Mila” sendiri didasari oleh motivasi masyarakat yang ingin memperbaiki kondisi perekonomian mereka di masa mendatang. Adanya pembentukan organisasi ini juga merupakan wujud keinginan masyarakat untuk menyalurkan dan mengembangkan kemampuan mereka dalam memproduksi kerajinan bambu.  (Nadya)

Pin It on Pinterest

Share This