Kelompok Studi Audit Universitas Kristen Duta Wacana (KSA UKDW) kembali menyelenggarakan acara Ngopi Asyik, Sabtu (15/6) di SeRae Coffee and Kitchen. Ngopi Asyik kali ini mengangkat tema “Tembakau Indonesia: Kontroversi dan Kontribusinya”. Acara ini merupakan program kerja rutin KSA UKDW untuk mendiskusikan topik-topik unik, menambah wawasan, dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis sambil ngopi sehingga suasana lebih santai.

 Menurut Ketua KSA UKDW, Devari, tema tersebut dipilih karena tergelitik akan isu sosial yang berkaitan dengan produksi tembakau di Indonesia. “Di mata dunia, tembakau Indonesia ini memiliki kualitas baik, bahkan diberi banderol dengan harga yang terbilang cukup mahal. Namun tak dapat dipungkiri, tembakau memiliki dampak negatif di bidang kesehatan. Karena melekat dengan image negatif, mungkin tidak banyak masyarakat yang menyadari bahwa tembakau sesungguhnya adalah salah satu penggerak roda ekonomi karena kontribusinya yang besar terhadap penerimaan kas negara. Lantas, bagaimana seharusnya kita memandang tembakau? Apakah sebagai kambing hitam atau justru sebagai kuda hitam?” ungkapnya. 

Narasumber yang diundang untuk mengisi acara Ngopi Asyik ini adalah dr. Rian Kurniawan Laksono, Dosen Fakultas Kedokteran UKDW dan Aditia Purnomo, Ketua Komunitas Kretek (Komtek). Materi pertama yang dibawakan oleh dr. Rian menyoroti dampak mengkonsumsi produk yang mengandung tembakau dari segi kesehatan. “Ada tiga jenis zat berbahaya yang terkandung dalam rokok, yaitu iritan, karbon monoksida (CO), dan nikotin. Zat-zat itu dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti jantung, stroke, paru-paru, gangguan kehamilan, dan impotensi. Menurut data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tahun 2016, penyakit jantung memakan pembiayaan perawatan kesehatan sebesar 7,4 triliun rupiah, atau 10% lebih dari total iuran BPJS 2016 sebesar 67,4 triliun rupiah. Hal itu menjadi salah satu alasan mengapa kampanye anti rokok sangat gencar. Meskipun rokok bukan satu-satunya penyebab penyakit jantung, namun tidak dapat dipungkiri bahwa rokok bisa menjadi faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena suatu penyakit,” paparnya. 

Sementara itu Aditia Purnomo berusaha memperjuangkan hak-hak para perokok dalam pemaparannya. Adit menjelaskan bahwa kretek adalah produk olahan tembakau yang dicampur dengan cengkeh. “Kretek menjadi penyumbang pendapatan negara yang cukup besar ewat cukai, pajak rokok, dan pajak pertambahan nilai. Jika dirupiahkan, dari setiap bungkus rokok yang dibeli, 60-65% dari harga jualnya diberikan untuk negara. Bahkan dari kretek ‘si pemicu penyakit ini’, banyak buruh dan pekerja di sektor industri hasil tembakau (IHT) yang diuntungkan karena mencari mata pencaharian di sana. Pemilik pertanian tembakau dan cengkeh juga diuntungkan, karena dalam sekali panen dapat menghasilkan keuntungan ratusan juta rupiah per hektar per musim,” terangnya. 

Adit mengkritisi sebagian masyarakat dan praktisi kesehatan hanya melihat tembakau (baik itu rokok dan kretek) hanya dari sisi kesehatan, terutama sisi negatifnya. Menurut Adit, tidak adil jika melihat tembakau hanya dari satu sisi negatifnya saja, padahal masih ada sisi positif yang ditawarkan. Kontroversi mengenai produk olahan tembakau ini sesungguhnya adalah masalah multidimensional sehingga harus dilihat dari berbagai sudut pandang. “Jika hanya memandang dari segi negatif, mengapa pemerintah masih melegalkan produksi rokok?” tukasnya.

Acara Ngopi Asyik semakin seru dengan diskusi dari peserta yang berasal dari anggota KSA, Kelompok Studi Pajak (KSP) UKDW, dosen Mata Kuliah Humaniora (MKH) UKDW, Institute for Integrity (IFI), dan Komunitas Anti Korupsi (Komutasi) FH UAJY. [Yuliana Chintya D.S]

Pin It on Pinterest

Share This