Pada hari Kamis, 14 Juli 2022, telah diadakan acara Sadranan Gununggambar dan Napak Tilas Pertapaan Pangeran Samber Nyawa di Kalurahan Jurangjero, Kapanewon Ngawen, Kabupaten Gunungkidul. Acara ini diadakan untuk mengenang kembali naiknya masyarakat ke Puncak Gununggambar yang ada di Kalurahan Jurangjero. Sadranan ini digelar kembali setelah vakum selama puluhan tahun, dengan tujuan agar masyarakat bisa mengingat kembali sejarah yang terjadi di Jurangjero sebelum Indonesia merdeka, sekaligus menjadi pengingat bagi masyarakat untuk berprihatin ketika ingin meraih sebuah tujuan. Dosen dan para mahasiswa UKDW yang pada periode ini mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) Reguler di Kalurahan Jurangjero turut mendukung dan memeriahkan acara tersebut dengan mengambil peran sebagai pendukung acara.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Suparno selaku Lurah Jurangjero, beliau menceritakan bahwa acara ini juga diadakan untuk mengingat kembali perjalanan Pangeran Samber Nyawa menuju puncak Gununggambar. Konon pada tahun 1700-an, Pangeran Samber Nyawa dari Kraton Mangkunegaran mendapat bisikan sekaligus perintah dari orang tuanya untuk berjalan keluar dari Kraton menuju Gununggambar. Pada waktu itu, tujuan yang ingin dicapai ialah supaya terbebas dari penjajahan Belanda, sekaligus ingin menyatukan masyarakat yang pada waktu itu masih terpisah-pisah dalam kerajaan yang berbeda-beda. Perjalanan ditempuh dengan berjalan kaki, didampingi oleh sekitar 40 prajurit pengawal.
Perjalanan napak tilas dimulai dari Balai Padukuhan Jurangjero menuju Sumur Pucang, dipimpin oleh Panewu Ngawen dan Lurah Jurangjero. Setibanya peserta di Sumur Pucang, diadakan ramah tamah singkat antara pemerintah kalurahan, pejabat instansi terkait, termasuk elemen masyarakat yang pada waktu itu turut hadir. Dalam kesempatan tersebut, warga Kalurahan Jurangjero juga mendapat kesempatan untuk menampilkan produk dan hasil unggulan UMKM mereka.
Napak tilas dilanjutkan dengan berjalan kaki dari Sumur Pucang menuju Puncak Gununggambar. Sesampainya di sana, seluruh peserta mengikuti upacara adat Sadranan yang diadakan secara khusus di Pendhapa Gununggambar. Dengan diampu oleh pemangku adat, gunungan dan tumpeng sedekah bumi diarak dari Pendhapa Gununggambar menuju Pelataran Gununggambar. Kegiatan berpuncak pada kenduri dan “Rebutan Ingkung”.
Sugito, S.H., M.H. selaku Panewu Ngawen menyampaikan bahwa kegiatan tersebut diadakan dengan tujuan untuk melestarikan budaya napak tilas. Pada zaman dahulu, napak tilas dilaksanakan oleh seluruh warga dengan benar-benar berjalan kaki. Seiring perkembangan zaman, warga yang semula berjalan kaki mulai perlahan-lahan menggunakan kendaraan untuk memudahkan perjalanan. Pada tahun ini, segenap penggagas acara ingin mengembalikan napak tilas ke bentuknya semula, yakni dengan kembali berjalan kaki. Beliau berharap supaya kegiatan ini dapat lestari dan diikuti oleh seluruh masyarakat, tidak hanya dari Kalurahan Jurangjero, tapi juga semua warga Kapanewon Ngawen, sehingga dapat menunjang kegiatan destinasi wisata baru berbasis minat khusus. Beliau juga berharap supaya pelaksanaan di tahun mendatang semakin meriah.
Sementara itu menurut Rosalina Christanti, M. Acc. dari Fakultas Bisnis UKDW, Keragaman budaya di Kapanewon Ngawen merupakan pembelajaran yang baik bagi civitas akademika UKDW yang selama 1 bulan ini hidup bersama dengan masyarakat. Dokumentasi di atas menangkap aktivitas mahasiswa dan dosen UKDW yang bergabung bersama masyarakat serta para pamong pada acara Sadranan di Gununggambar. Filosofi Sadranan merupakan pengingat eksistensi manusia yang senantiasa bergantung pada Yang Maha Esa, terwujud nyata dengan sederhana dan mengena. Menapaki jalan terjal dan berbatu, bias bias kelas dan strata sosial pudar. UKDW bersama masyarakat mendaki bukit bersama hingga sampai ke petilasan Raden Mas Said (Mangkunegara I). Jerih payah dalam perjalanan mengingatkan kita untuk senantiasa rendah hati, mengakar pada budaya, dan berjuang untuk menjadi bijaksana.