Bacaan: Lukas 24: 44-53 & Kisah Para Rasul 1: 6-11

24:44 Ia berkata kepada mereka: “Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur.” 24:45 Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci. 24:46 Kata-Nya kepada mereka: “Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, 24:47 dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. 24:48 Kamu adalah saksi dari semuanya ini. 24:49 Dan Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi.” 

24:50 Lalu Yesus membawa mereka ke luar kota sampai dekat Betania. Di situ Ia mengangkat tangan-Nya dan memberkati mereka. 24:51 Dan ketika Ia sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke sorga. 24:52 Mereka sujud menyembah kepada-Nya, lalu mereka pulang ke Yerusalem dengan sangat bersukacita. 24:53 Mereka senantiasa berada di dalam Bait Allah dan memuliakan Allah. Lukas 24: 44-53 (Teks Alkitab Terjemahan Baru Indonesia (c) LAI 1974). 

1:6 Maka bertanyalah mereka yang berkumpul di situ: “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?” 1:7 Jawab-Nya: “Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya. 1:8 Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” 1:9 Sesudah Ia mengatakan demikian, terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka. 1:10 Ketika mereka sedang menatap ke langit waktu Ia naik itu, tiba-tiba berdirilah dua orang yang berpakaian putih dekat mereka, 1:11 dan berkata kepada mereka: “Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.” Kisah Para Rasul 1: 6-11 (Teks Alkitab Terjemahan Baru Indonesia (c) LAI 1974).

“MEMBANGUN KULTUR MERDEKA & BERTANGGUNGJAWAB” 

Salam SORBUM!

Warga UKDW yang terkasih,

Banyak di antara kita saat ini yang masih terus berjuang untuk memahami arti kenaikan Tuhan Yesus naik ke surga. Mungkin saja Anda dan saya termasuk salah satu di antara mereka. Memaknai sebuah perpisahan tidaklah segampang kita merangkul sebuah pertemuan tak terduga dengan seseorang yang amat sangat kita cintai. Ketika hati dan jiwa kita serasa sudah menyatu dengan pribadi tersebut, namun oleh karena suatu hal yang diluar kendali kita, ternyata di waktu yang tak kita duga sebuah perpisahan menepuk pundak kita, menyapa kita dengan begitu tiba-tiba, tanpa permisi. Segenap keakraban dan gelak tawa sukacita dan tangis dukacita yang pernah dialami bersama pribadi tersebut melebur jadi sebuah palung air mata yang dalam tak terhingga. Jika saya adalah putra dari salah seorang ABK perwira TNI AL bertugas dalam KRI Nanggala 402 yang naas tenggelam di perairan Utara pulau Bali beberapa pekan yang lalu, maka saya akan bergulat dengan arti perpisahan tersebut dalam darah dan daging saya. Mengapa demikian? Karena ada beban ketidakrelaan yang begitu besar menghalangi derap langkah saya meniti jalan ketabahan yang berliku di depan mata saya. Menyeruak rasa tidak percaya yang membuat saya tidak akan mampu lagi berkata-kata menanggapinya. 

Saudara-saudara, walaupun konteks pembicaraan kita sedikit berbeda namun setidaknya ada perasaan yang sama jika saya menempatkan diri menjadi salah seorang murid Kristus yang saat kenaikan-Nya ke surga menatap kepergian Kristus tanpa mampu berbuat apapun untuk menahan-Nya tetap tinggal bersama-sama dengan para murid-Nya di bumi. Rasa tidak percaya dan ketidakrelaan akan membebani keberadaan diri saya saat itu karena memang belum dimampukan untuk memahami arti dan memaknai kenaikan Kristus tersebut secara lebih dewasa. Apakah kenaikan Kristus ke surga adalah sebentuk ‘pelarian’ atau ‘ketidakbersediaan’ Kristus mendampingi kita di bumi? Kita mungkin tidak akan se-baper itu dalam menanggapi kenaikan Kristus. Lalu bagaimana kita harus memaknai peristiwa kenaikan Kristus ke surga ini secara bertanggung jawab?

Peringatan hari kenaikan Tuhan Yesus (Isa Al Masih) ke surga tahun ini terasa istimewa karena bertepatan dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri yang dirayakan oleh segenap saudara-saudari kita umat Muslim. Dari perayaan Idul Fitri 1 Syawal 1442 H/ 13 Mei 2021 kita belajar sebuah kebajikan untuk memberi maaf kepada siapapun secara tulus tanpa pandang bulu. Memberi maaf dari hati dan bukan hanya dari keharusan untuk bersikap sopan kepada orang lain. Kita belajar bagaimana memahami hakikat kemanusiaan yang sejatinya memang tidak pernah luput dari dosa yang disengaja maupun tidak disengaja. Maaf dan pengampunan menjadi nafas yang menjiwai setiap perayaan Idul Fitri. 

Di tengah situasi pandemi COVID-19 yang tak kunjung mereda ini, kita tidak bisa bersilaturahmi secara langsung kepada orang-orang terkasih. Tradisi sungkem ke orang tua harus dilakukan secara virtual melalui media internet. Bagi yang sudah bertahun-tahun di rantau, tidak sedikit dari mereka yang rela harus berjuang menembus barikade-barikade polisi yang menutup jalan-jalan utama antar provinsi tanpa ampun dan melarang para pemudik untuk pulang kampung. Sesuai dengan anjuran pemerintah, memang tahun ini pemerintah pusat melarang mudik lebaran. Ini dilakukan demi mencegah penularan dan penyebaran COVID-19. Tidak ada bus atau angkutan umum lainnya yang beroperasi selama pemberlakukan larangan ini. Namun yang namanya sudah nekad tentulah tidak menghalangi niatan seseorang untuk mudik. Bahkan ada salah seorang pemudik dari Serpong, Tangerang yang rela bersepeda menuju kampung halamannya di Kebumen, Jawa Tengah. Ini semua dilakukan demi silaturahmi dengan keluarga dan keinginan hati untuk memberikan dan menerima maaf dan ampunan baik dari sanak saudara, orang tua dan dari Tuhan sendiri. 

Hari Raya Idul Fitri mengajarkan sebuah kebajikan untuk saling memberikan maaf dan ampunan kepada sesama kita manusia. Idul Fitri dirayakan guna secara tulus menemukan kembali jalan penyempurnaan hubungan antara dirinya dengan Yang Ilahi. Selain itu momentum Idul Fitri juga merupakan saat yang tepat untuk merawat, membangun dan melestarikan hubungan sosial yang harmonis dengan sesama manusia. Kira-kira kebajikan apakah yang bisa kita dapatkan dari peringatan Kenaikan Tuhan Yesus ke surga? 

Saudara-saudara sekalian, tujuan dari kisah kenaikan Tuhan Yesus yang diceritakan dalam Injil Lukas 24: 50-53 (dan dalam Kisah Para Rasul 1: 6-11) adalah untuk menjelaskan bagaimana Sang Kristus akan mengutus Roh Kudus-Nya kepada para murid-Nya. Roh itu adalah Roh yang sama turun atas diri-Nya ketika Dia dibaptiskan (Lukas 3: 21-22) dan Roh yang sama itu memenuhi-Nya dan membawa-Nya ke padang gurun (Lukas 4: 1). Makna ini seakan mengingatkan kita kembali akan kisah kenaikan Elia ke surga yang dikisahkan mewariskan jubahnya kepada Elisa, bujang penerusnya (2 Raja-raja 2:1-8). Dalam terang kisah Elia ini maka kisah kenaikan Tuhan Yesus ke surga juga dapat dimaknai sebagai kisah pewarisan ‘jubah’ tanda tanggung jawab yang diwariskan-Nya kepada para murid sebagai penerus Kristus di muka bumi ini. Tugas dan tanggungjawab yang harus diteruskan oleh para murid Kristus adalah untuk memberitakan berita pertobatan dan pengampunan dosa-dosa kepada semua bangsa di dunia. Dalam hal ini baik makna Idul Fitri maupun Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga membawa satu nafas yang sama yaitu berita bahagia bahwa dibalik kerasnya hati manusia, masih terbuka pintu pertobatan dan pengampunan Ilahi bagi mereka yang terketuk hatinya. Mereka yang terketuk hatinya juga diundang untuk mengalami secara pribadi siraman sejuk uluran tangan tanda maaf dari sanak saudara dan handai taulan. Perayaan Idul Fitri dan Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga tidaklah berseberangan maknanya, justru kedua peringatan keagamaan Islam dan Kristen ini saling bersanding untuk bersama-sama mengingatkan kerapuhan dan ketidaksempurnaan diri kita sebagai manusia. 

Selanjutnya perlu digaris bawahi bahwa peringatan Kenaikan Tuhan Yesus ke surga tidak berhenti sampai disitu saja. Ada sebuah tanggung jawab yang mengikutinya, yaitu bahwa Kristus yang telah bangkit dan telah naik ke surga memanggil kita umat-Nya untuk memberitakan berita pertobatan dan pengampunan kepada segala bangsa. Bagaimana kita akan menanggapi panggilan Kristus ini dalam kiprah kita sebagai Pegawai Akademis (dosen), Pegawai Pendukung Akademis (PPA) dan mahasiswa UKDW. Di masa pandemi seperti ini di mana kira-kira pertobatan itu diperlukan? Di manakah kira-kira berita pengampunan itu harus diberitakan?

Saudara-saudara terkasih, ketika Tuhan Yesus naik ke surga, Dia tidak memberikan resep siap saji bagi para murid-Nya tentang bagaimana dan apa strategi terbaik guna memberitakan pertobatan dan pengampunan kepada segala bangsa. Para murid-Nya seakan-akan diundang untuk masuk ke dalam sebuah proses penafsiran-pemaknaan-pelaksanaan di lapangan secara berkelanjutan, tanpa henti dan di sepanjang hayat. Pembelajaran seumur hidup ini bisa menjadi inspirasi bagi kita sekalian yang sedang belajar dan berkarya di kampus UKDW tercinta ini. Kemerdekaan dan tanggung jawab yang diberikan Tuhan Yesus kepada para murid-Nya ini hendaknya menjadi inspirasi bagi kita untuk mengembangkan secara berkelanjutan apa yang saya sebut sebagai usaha membangun kultur yang memerdekakan dan bertanggung jawab dalam kampus UKDW. 

Tentu saja akan ada banyak konsep yang mewarnai kisi-kisi usaha ini namun saya ingin memulai dengan membagikan sedikit yang saya dapatkan dari bacaan atas buku karya Patty McCord (2017) berjudul Building a Culture of Freedom & Responsibility. Dalam buku tersebut McCord mengulas 8 (delapan) strategi atau pendekatan nyata agar kultur merdeka dan bertanggung jawab. Buku ini ditulis oleh McCord sebagai sebuah memoir pendirian dan pembangunan Netflix, sebuah raksasa di dunia hiburan digital yang mendunia. Buku ini menjadi semacam pedoman bagi pembangunan sebuah kultur kinerja tinggi (high performance culture) dalam sebuah institusi yang diharapkan mampu menjawab tantangan-tantangan yang silih berganti secara dinamis. Kedelapan strategi dalam buku McCord ini bisa kita jadikan sebagai brainstorming bagaimana kita akan memproyeksikan kultur kerja dan belajar yang memerdekakan dan bertanggung jawab di UKDW. Delapan strategi/pendekatan McCord adalah sebagai berikut: treat people like adults (hargai dan perlakukan orang lain seperti orang dewasa), communicate constantly about the Challenge (komunikasikan tantangan terbesar institusi secara berkelanjutan kepada semua elemen dalam institusi), practice radical honesty (berlatih kejujuran secara radikal), cultivate strong opinions & argue about them only on the facts (berlatih berani berpendapat secara mandiri berdasarkan fakta-fakta yang bisa dipertanggungjawabkan), relentlessly focus on the future (senantiasa berorientasi ke masa depan), have the right person in every single position (menempatkan orang yang tepat di tiap posisi/fungsi kerja), compensation is a judgement call (memberikan penghargaan atau kompensasi seturut kompetensi), make needed changes fast & be a great place to be from (lakukan pembenahan secara cepat dan menjadi institusi yang dapat dibanggakan). 

Kedelapan strategi di atas bisa kita pertimbangkan sebagai sumbang saran kami dalam rangka kita memaknai undangan/panggilan Tuhan Yesus untuk memberitakan pertobatan dan pengampunan bagi semua elemen di kampus UKDW tercinta ini. Kalau kita perhatikan, kedelapan strategi diatas sifatnya aplikatif, tentu saja berangkat dari sebuah konsepsi tentang apa arti kemerdekaan dan bertanggung jawab. Kedelapan pendekatan ini bisa kita kupas satu demi satu untuk memperjelasnya. Dalam edisi siraman rohani bulan Juni 2021, kami akan mencoba untuk menjabarkannya lebih lanjut dalam rubrik siraman rohani Koran Kampus ini.

Akhir kata, sebagai bagian dari UKDW, kami percaya bahwa panggilan ini bukan hanya milik satu orang atau elemen atau unsur saja, melainkan panggilan ini terbuka dan menjadi tanggung jawab bagi kita sekalian yang mendasarkan karya kerja dan belajar kita dalam iman kepada Kristus yang telah bangkit dan naik ke surga. Semoga ketika kita kerja, belajar dan berkarya di UKDW kita sempat mengalami apa itu kultur kampus yang merdeka dan bertanggung jawab. Tidak lupa kami juga ingin mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri bagi saudara-saudara sivitas UKDW yang beragama Islam dan selamat memaknai peringatan hari Kenaikan Tuhan Yesus ke surga bagi saudara-saudara umat Kristiani. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin. (AKS-PKK, Mei 2021)

Pin It on Pinterest

Share This