Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta menyelenggarakan program KKN tematik dengan mengangkat tema Green Farming. KKN ini diadakan selama bulan Januari hingga Februari 2022. Dalam pelaksanaannya, Fakultas Bioteknologi juga menggandeng tiga fakultas lain yaitu Fakultas Teknologi Informasi, Fakultas Arsitektur dan Desain, dan Fakultas Bisnis. Sasaran kegiatannya sendiri mencakup tiga kecamatan yaitu Bausasran, Klitren, dan juga Kotabaru. Untuk menjalankan program ini dilibatkan 60 mahasiswa dari keempat fakultas tersebut yang kemudian dibentuk menjadi kelompok-kelompok.
Salah satu dari kelompok tersebut adalah kelompok yang bertugas di Kecamatan Bausasran terkhusus di Kelompok Tani Bustan Adi RW 11. Seperti kegiatan KKN pada umumnya sebelum memulai program KKN, kelompok KKN melakukan survey dan diskusi dengan warga setempat untuk bertukar pikiran mengenai Kampung Bausasran. Kampung Bausasran sendiri merupakan salah satu kampung tengah kota yang terkenal sebagai kampung sayur. Hal ini kemudian menjadi awal pemikiran untuk terus mengembangkan kampung ini untuk terus menjadi kampung sayur. Namun ternyata dengan berkembang atau dikenalnya Kampung Bausasran sebagai Kampung Sayur tidak menjadikan warganya secara keseluruhan merasakan dampak yg signifikan terkhusus dalam segi ekonomi.
Masyarakat Bausasran pada dasarnya merupakan masyarakat dengan tingkat ekonomi sosial menengah ke bawah. Sayur yang ditanam tersebut belum memberikan tambahan nilai eknonomis bagi masyarakat sehingga antusiasme warga terkhusus di Kelompok Tani Bustan Adi menjadi menurun. Alhasil Kelompok Tani tersebut menjadi pasif dan kurang berkembang. Warga cenderung hanya aktif dan bersemangat apabila ada event tertentu saja. Hal ini menjadi salah satu keluhan yang disampaikan oleh warga setempat terhadap mahasiswa kelompok KKN. Berdasarkan hal tersebut, mahasiswa tertantang untuk memberikan solusi agar warga tetap antusias dalam bercocok tanam namun terbantu melalui suatu program yang dapat bernilai ekonomis.
Salah dua program yang dilaksanakan adalah budidaya terpadu dan budidaya maggot. Budidaya terpadu adalah salah satu program yang ingin dikembangkan untuk menyatukan antara bercocok tanam dengan pengolahan sampah juga pemeliharaan hewan dalam hal ini ayam dan ikan lele. Untuk pengolahan sampah digunakan salah satu metode yang sedang menjadi primadona bagi khalayak umum yaitu menggunakan larva BSF (maggot). BSF (Black Soldier Flies) merupakan salah satu jenis lalat yang larvanya memakan bahan organik atau sampah organik untuk bertumbuh dan berkembang. Larva BSF inilah yang nantinya disusun dalam suatu etalase dengan ikan lele, ayam dan hidroponik kangkung.
Pembuatan program ini dibuat dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat sehingga ekonominya dapat terbantu setidaknya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari melalui kangkung, telur ayam, lele, bahkan daging ayamnya yang dapat dikonsumsi. Dengan beban anggaran yang terlalu besar, kelompok KKN ini akhirnya hanya membuat satu percontohan bagi warga dan harapannya dapat menarik perhatian pemerintah untuk membuat merealisasikan program tersebut bagi setiap warga. Selain itu dengan adanya pemasukan dan pemenuhan kebutuhan secara berkala, diharapkan lebih mudah untuk menggerakkan warga dalam pengembangan program-program lain yang ingin dicapai oleh pemerintah. Dengan budidaya terpadu permasalahan ekonomi dan identitas kampung sayur tetap bisa berjalan beriringan.
Selain program budidaya terpadu, kami juga mengadakan program budidaya maggot. Budidaya maggot menjadi salah satu usaha dengan pengeluaran yang sedikit namun hasil yang didapat begitu besar. Maggot (Larva BSF) memiliki siklus hidup kurang lebih 30 hari, dari masa telur hingga menjadi lalat dan mati. Larvanya sendiri memiliki masa hidup yang cukup singkat berkisar 15 hari. Larva inilah yang kemudian memiliki potensi besar sebagai usaha bisnis. Permintaan pasar yang tinggi ditambah dengan perkembangbiakannya yang cenderung mudah dan tidak memakan banyak biaya menjadi beberapa poin pertimbangan untuk menerapkan budidaya maggot di Kampung Bausasran.
Dengan sampah organik sebagai makanan maggot, maka akan mengurangi sampah organik yang ada di masyarakat. Maggotnya sendiri dapat dijual baik dalam keadaan segar (fresh) maupun kering. Limbah sisa makanan maggot pun atau lebih dikenal dengan KasGot (bekas maggot) sangat baik sebagai ganti pupuk urea, tentu saja hal ini dapat dimanfaatkan baik untuk digunakan sendiri bagi tanaman, maupun dapat dijual. Selain itu para mahasiswa juga membantu mencarikan mitra kerja dengan salah satu badan desa yang terletak di Nglanggeran, Gunung Kidul. Permintaan maggot disana cukup besar hingga mencapai 2 ton per bulannya, dengan harga per kilonya 8 hingga 10 ribu untuk maggot segar. Sedangkan untuk maggot segarnya sendiri dapat dijual kering dengan brand yang dibuat sendiri dengan range harga dapat mencapai 60 ribu per 200 gramnya saja. Hal ini tentu menjadi peluang besar bagi masyarakat Bausasran terkhusus bagi RW 11 di mana para mahasiswa melakukan kegiatan KKN Green Farming kali ini. Budidaya maggot ini juga dapat diterapkan dalam skala rumahan yang kemudian dapat diorganisir untuk penjualannya.
Selain kedua program utama tersebut, para mahasiswa juga melakukan kegiatan lain seperti kerja bakti dan pemanfaatan lahan. Terdapat satu lahan yang cukup strategis yang sering dijadikan tempat membuang sampah secara sembarangan. Lahan tersebut kemudian dibersihkan dan ditata ulang oleh mahasiswa sehingga tidak lagi terlihat kumuh. Mereka juga memberikan beberapa bibit, tanaman, serta hiasan dari botol plastik bekas untuk memberikan kesan asri. Sehingga lahan yang tadinya terlihat cukup buruk dapat diubah menjadi taman dengan penampilan yang cukup baik. Dengan begitu kampung menjadi lebih hijau, rapi, serta tidak menjadi kotor karena adanya lahan tidak terawat tersebut.
Melalui program tersebut diharapkan Kampung Bausasran dapat berkembang tidak hanya dikenal sebagai kampung sayur, namun juga dapat berkembang dari segi kesejahteraan warganya. Dengan peningkatan kesejahteraan warga maka akan mempermudah Kampung Bausasran untuk berkembang lebih baik lagi. Kampung sayur memang masih menjadi identitas Kampung Bausasran, tetapi keluhan akan sulitnya program kampung sayur dalam memberikan pemasukan tambahan bagi warga menjadi kendala tersendiri. Dengan adanya program terintegrasi seperti budidaya terpadu yang harapannya dapat direalisasikan oleh pemerintah maupun stakeholder lainnya, masyarakat dapat terbantu namun juga tetap berkembang sebagai kampung sayur. Selain itu potensi budidaya maggot yang telah diterapkan dapat terus dikembangkan dan memberikan manfaat bagi warga sekitar. [Tim KKN/Arkhey]