Centre of Entrepreneurship and Innovation (Centrino) Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta mendukung diadakannya “Pameran dan Workshop IDEAKSI: Ide Inovasi Aksi Inklusi dalam Kesiapsiagaan dan Penanggulangan Bencana” yang digelar pada hari Jumat-Sabtu, 22-23 April 2022 di Atrium Agape UKDW. Hal ini merupakan salah satu bentuk peran aktif Centrino UKDW dalam menciptakan generasi yang sadar inklusivitas.

IDEAKSI sendiri merupakan kompetisi inovasi penanggulangan bencana yang berfokus pada kelompok rentan gelaran Yakkum Emergency Unit (YEU). Dalam program “Community-Led Innovation Partnership” yang didukung Elrha, Start Network, dan ADRRN Tokyo Innovation Hub serta didanai oleh FCDO, YAKKUM Emergency Unit (YEU) menginisiasi rangkaian IDEAKSI sejak Januari 2021 dimana tim inovator lokal didukung baik finansial dan nonfinansial untuk mengembangkan solusi yang inklusif untuk menjawab tantangan masyarakat dalam rangka meningkatkan aksesibilitas, akuntabilitas, dan inklusi difabel maupun lanjut usia dalam kesiapsiagaan bencana dan respons kemanusiaan melalui inovasi berbasis komunitas.

Pada kesempatan ini, IDEAKSI berkolaborasi bersama 10 tim inovator lokal dalam mewujudkan ide inovasi-inovasi yang inklusif dalam penanggulangan bencana untuk kelompok difabel, lansia, dan kelompok paling rentan lainnya. IDEAKSI diharapkan menjadi pintu hadirnya inovasi yang bersifat inklusi dalam rangka penanggulangan bencana di Indonesia.

Dalam sambutannya, Rektor UKDW Ir. Henry Feriadi, M.Sc., Ph.D menyampaikan acara ini menarik karena menunjukkan ide-ide inovatif untuk desain inklusi dalam kebencanaan. “Biarlah acara ini bisa menjadi proses pembelajaran sekaligus memberikan dukungan bagi inovasi-inovasi untuk kesetaraan, serta meningkatkan kesadaran kita tentang kebencanaan. UKDW sendiri memiliki beberapa fakultas yang concern terhadap kebencanaan seperti Fakultas Arsitektur dan Desain (FAD) serta Fakultas Kedokteran,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala Centrino UKDW Winta T. Satwikasanti,S.Ds., M.Sc menyebutkan bahwa tim Merapi Rescue Community (MRC) berbasis relawan yang diketuai oleh Lesto Prabhancana Kusumo didampingi oleh tim UKDW mengembangkan proyek inovasi ‘Sistem Jalur Pandu Evakuasi Berbasis Visual dan Suara dalam Mitigasi Bencana’. Perwakilan UKDW dalam proyek ini adalah Kepala Centrino dari Prodi Desain Produk dan dr. Pindo dari Fakultas Kedokteran serta mahasiswa Desain Produk yakni Dominikus Satria, Antoni Tegar, Yusuf Tegar Despro, Hanna Natasha, Ellia Cohen, Seto Widiantoro, Letticia Viona, Elvrano Mathias, dan Gregorius Lunsa.

Proyek tersebut mencangkup dua inovasi yaitu sistem pandu ke titik kumpul yang inklusif dan sistem identifikasi disabilitas di rumah warga rawan bencana. Inovasi tersebut dilatarbelakangi oleh pengalaman tim MRC dan warga bahwa saat erupsi terjadi, listrik akan padam dan kondisi gelap memberikan kepanikan. Di situasi panik, prosedur evakuasi atau tanda evakuasi cenderung dilupakan sehingga diperlukan sebuah sistem pandu evakuasi yang bisa digunakan secara intuitif dan sebagai produk pendukung sehari-hari.  

“Terdapat 3 jenis tiang dalam sistem pandu yaitu tiang pandu, tiang pantau, dan tiang titik kumpul. Dimana setiap tiang dilengkapi lampu penerangan dan sensor yang dengan menggunakan sumber listrik mandiri dari panel surya. Di kondisi gelap, sensor cahaya mengaktifkan keseluruhan sistem penerangan dan sinyal suara. Sinyal suara memberikan akses bagi warga yang memiliki masalah dengan penglihatan dan visual cahaya akan lebih membantu bagi warga dengan masalah penglihatan. Dalam kondisi hari biasa, sistem ini menjadi pendukung penerangan jalan yang tidak bergantung pada listrik warga. Dari umpan balik, sistem penerangan dan sinyal suara yang bergradasi intensitasnya, memberikan kepercayaan diri bagi warga lansia perempuan untuk bermobilisasi di jalan desa di waktu gelap dan secara intuitif mengerti arah ke titik kumpul bagi warga yang tidak bisa membaca. Hal ini ternyata penting bagi mereka untuk meningkatkan kepercayaan diri maupun kepercayaan pada produk. Sensor gerak dilengkapi pada tiap tiang untuk mengaktifkan sinyal cahaya untuk memberikan umpan balik tambahan bahwa pengguna berada pada jalur yang benar,” terangnya.

Sedangkan sistem identifikasi rumah mencangkup pemberian lampu darurat dan identifikasi angka yang menandakan jumlah orang dalam kelopok rentan yang berada di dalam rumah. Angka ini dikelilingi oleh garis berwarna yang setiap warnanya memiliki kode triase evakuasi bencana berdasarkan kemampuan mobilitas. Sebagai contoh, warna merah menandakan bahwa warga dalam rumah tersebut tidak bisa melakukan mobilisasi sama sekali sehingga dibutuhkan dua orang untuk membantu evakuasi.

“Dalam sepengetahuan tim, belum ada triase evakuasi bencana dikembangkan. Kode warna diadaptasi dari triase medis yaitu Australian Triage Scale.  Dalam proses evakuasi, tim rescue lokal, medis maupun relawan dapat melakukan persiapan alat maupun transportasi lebih dini dan bertindak lebih cepat sesuai kebutuhan,” jelas Winta.

Kolaborasi antara masyarakat, organisasi masyarakat, lembaga swadaya pemerintah atau industri, dan universitas menunjukkan bahwa sebuah inovasi dapat lebih tepat sasaran, berkelanjutan, dan memiliki dampak yang lebih dalam. Harapan selanjutnya adalah pencarian dana lanjutan untuk fase scale up dari inovasi tersebut dan lebih banyak mahasiswa lintas program studi terlibat sebagai studi kasus program Merdeka Belajar Kampus Merdeka. (mpk)

Pin It on Pinterest

Share This